Aku memandangi plank yang baru selesai kupasang, sejenak! Sambil menghela nafas aku bergumam huh, dan senyum panjang menghiasi bibirku (andainya seseorang memperhatikan itu). Sloopy entah kemana. Perut terasa menggigit, kulihat angka di sudut kanan bawah komputerku 2:49. Pantess Sloopy kabur, dari tadi dia sudah menunggu, mana warung tempat sarapan kami tidak buka, ditambah makan siang kesorean. Sori Slovai! Begitu bisik dalam hatiku.
Usai makan siang sore itu, aku menghampiri Facebook. "Entah apa faedah berlama-lama hanya membaca komentar kajol (tidak jelas) orang-orangan situs perkomburan ini" Andai aku meluangkan waktu belajar satu bidang yang kuminati 25 menit x 3 kali dalam sehari, barangkali aku bisa menguasainya dalam satu atau dua tahun. "Ah, besok tak perlu lagi kubuka fesbuk ini" begitu gerutuku tiap selesai menutup Facebook. Tapi nyatanya, sampai hari ini aku masih buka, apalagi kemarin ada seorang teman (fesbuk) yang ngajak ngobrol. Ingin tahu, kalau-kalau dia online. Hmm.
Slovai tiba-tiba sudah menggaruk kaki kursiku. OMC (oh my cat), aku lupa membelikan sepotong ikan. Aha... aku segera kocar-kacir, berharap masih ada sepotong ikan atau daging tersisa di warung anonimous, karena tadi jualannya tinggal sedikit. Dan...syukurlah aku kembali dengan sepotong ikan gembung yang tak gembung. Eiing, eiing... Mata Slovai berbinar-binar, air liurnya hampir berhamburan begitu ikan kembung kuletakkan di hadapannya. Tanpa piring dan tanpa cuci tangan.
***
Senja sudah jauh di ufuk sana (sana mana?), mungkin tiga jam sudah lewat sini (sini mana?). Begitu tiba di peraduan, banjir keringat mendaki tiga jejer tangga. Inginnya diriku beli sapu lidi biar tak capek-capek begini naik tangga. Tapi, aku ragu Sloopy tidak akan pernah approve (eh keren benar ya), karena dia trauma sapu lidi tetangga - pernah mukul pantatnya. Eit, maksudku cucu tetangga pernah memukul pantat Sloopy pake sapu lidi.
Dan, sebuah pesan pendek kuterima yang akhirnya memaksaku untuk menghubungi pengirimnya. Ruang terasa panas. Aku beranjak ke belakang, mencari aliran udara meski tak begitu segar. Ada bintang jauh disana, ada bulan lagi sejengkal darinya. Oh my God. Ketika aku ditanya aku lagi dimana, aku jawab sedang di belakang sambil melihat bintang. Dia komentar lagi, "untuk apa sih melihat bintang?". Aku jawab "Untuk bintang. Dia disana untuk dilihat. Dilihat untuk dipikirkan. Dilihat untuk membangkitkan pertanyaan. Dilihat untuk mencari jawaban. Dilihat untuk mengenal apa dan siapa. Dilihat untuk dekat dan sehat".
Usai perbincangan yang tidak jelas topiknya di telepon, aku segera masuk kamar. Sebelum membaringkan kendaraan ini, menenggak air putih beberapa teguk. Menghela napas panjang, melemaskan otot-otot, sambil merasakan denyutan di beberapa tempat. Aku tahu ada yang rusak, ada yang tumbuh, ada yang mati, ada yang lahir dalam diri yang sama - jiwa yang sama. Setengah jam, satu jam... Aku belum bisa tidur. Belum bisa tidur, belum tidur, dan akan tidur.
Usai makan siang sore itu, aku menghampiri Facebook. "Entah apa faedah berlama-lama hanya membaca komentar kajol (tidak jelas) orang-orangan situs perkomburan ini" Andai aku meluangkan waktu belajar satu bidang yang kuminati 25 menit x 3 kali dalam sehari, barangkali aku bisa menguasainya dalam satu atau dua tahun. "Ah, besok tak perlu lagi kubuka fesbuk ini" begitu gerutuku tiap selesai menutup Facebook. Tapi nyatanya, sampai hari ini aku masih buka, apalagi kemarin ada seorang teman (fesbuk) yang ngajak ngobrol. Ingin tahu, kalau-kalau dia online. Hmm.
Slovai tiba-tiba sudah menggaruk kaki kursiku. OMC (oh my cat), aku lupa membelikan sepotong ikan. Aha... aku segera kocar-kacir, berharap masih ada sepotong ikan atau daging tersisa di warung anonimous, karena tadi jualannya tinggal sedikit. Dan...syukurlah aku kembali dengan sepotong ikan gembung yang tak gembung. Eiing, eiing... Mata Slovai berbinar-binar, air liurnya hampir berhamburan begitu ikan kembung kuletakkan di hadapannya. Tanpa piring dan tanpa cuci tangan.
***
Senja sudah jauh di ufuk sana (sana mana?), mungkin tiga jam sudah lewat sini (sini mana?). Begitu tiba di peraduan, banjir keringat mendaki tiga jejer tangga. Inginnya diriku beli sapu lidi biar tak capek-capek begini naik tangga. Tapi, aku ragu Sloopy tidak akan pernah approve (eh keren benar ya), karena dia trauma sapu lidi tetangga - pernah mukul pantatnya. Eit, maksudku cucu tetangga pernah memukul pantat Sloopy pake sapu lidi.
Dan, sebuah pesan pendek kuterima yang akhirnya memaksaku untuk menghubungi pengirimnya. Ruang terasa panas. Aku beranjak ke belakang, mencari aliran udara meski tak begitu segar. Ada bintang jauh disana, ada bulan lagi sejengkal darinya. Oh my God. Ketika aku ditanya aku lagi dimana, aku jawab sedang di belakang sambil melihat bintang. Dia komentar lagi, "untuk apa sih melihat bintang?". Aku jawab "Untuk bintang. Dia disana untuk dilihat. Dilihat untuk dipikirkan. Dilihat untuk membangkitkan pertanyaan. Dilihat untuk mencari jawaban. Dilihat untuk mengenal apa dan siapa. Dilihat untuk dekat dan sehat".
Usai perbincangan yang tidak jelas topiknya di telepon, aku segera masuk kamar. Sebelum membaringkan kendaraan ini, menenggak air putih beberapa teguk. Menghela napas panjang, melemaskan otot-otot, sambil merasakan denyutan di beberapa tempat. Aku tahu ada yang rusak, ada yang tumbuh, ada yang mati, ada yang lahir dalam diri yang sama - jiwa yang sama. Setengah jam, satu jam... Aku belum bisa tidur. Belum bisa tidur, belum tidur, dan akan tidur.
Comments
Post a Comment