Ada dua lagu jadul (jaman doeloe) yang kudengar dan kunyanyikan hari ini. Sloopy belum juga tidur, ia memandangku penuh tanya. Heran. Karena nada suaraku tidak seperti biasa, lebih panjang dan ya, itu aneh pikirnya. Dia pasti belum mengerti bahwa manusia mengeluarkan suara untuk berbicara dan menyanyi.
Lagu jadul yang pertama, mengingatkanku pada ibu nun jauh disana. Apa pulak maksud nun jauh disana? Ya, salah satu lagu yang kerap beliau nyanyikan selagi anak-anaknya tidur pulas ditimang udara subuh yang segar, sebelum matahari mewarnai deretan gunung di kejauhan dan menghijaui daun jambu biji di depan rumahm, sebelum si Nero menyelinap masuk kamar dan menjilat wajahku hingga aku terbangun. Artinya, ibu belum membuka pintu dapur, masih gelap - batang pohon rambutan masih belum jelas terlihat di belakang rumah. Aku hanya anak lelaki kecil kelas dua esde yang sudah menyiapkan pe-er hari sebelumnya, sementara tugas menyemir sepatu bapak sudah berhenti sejak tiga bulan sebelumnya. Karena kakinya sudah dia bawa pergi - ke pemakaman.
Ibu menyanyikan lagu yang aku hafal tanpa sengaja, dan aku tahu benar saatnya ibu bangun untukmenyiapkan sarapan pagi, ya dengan intro lagu itu. Sampai saat ini aku tak tahu benar siapa pemilik dan judul lagu itu. Kelas dua esde - itu berarti duapuluh tahun lalu, dimana cassette audio mengalami masa keemasan. Untuk menghafal lirik lagu mesti putar puluhan kali sampai bunyinya seperti suara Cher dalam refrain Do you believe in life after love-nya atau suara andung karena pita yang bergulung dan jalannya sempoyongan. Untuk mengantisipasi keadaan darurat, sediakan dahulu lem Tjap Kambing - jika sewaktu-waktu pitanya putus. Tidak seperti sekarang mudahnya mencari lirik lagu, tinggal tanya sama lae Google. Sangkin baiknya, si lae tidak hanya mencarikan satu lirik lagu buat kita, tapi bisa ribuan. Bah !!!
Saya tidak perlu menuliskan lirik lagu yang dahulu ibuku nyanyikan saban pagi, annon malala di bagasan - terlalu mengiris kalbu. Ah! Jika anda teringat ibu karena sayur lodeh, saya teringat beliau karena lagu. Seperti video klip yang anda simpan hari ini untuk diputar duapuluh tahun ke depan, begitu skene yang terekam jelas di kepalaku. Beliau hahihu sekali jika seseorang memuji kualitas suaranya, dan beliau juga tidak kalah menyenangkan hati orang yang memujinya. Itulah moment yang paling membahagiakan beliau - yang sanggup menguburkan skene lain yang indeksnya belum jauh.
Di tengah keramaian, orang-orang berkutat dengan pikiran mereka sendiri. Aku merasa ada sesuatu yang hilang - dan, aku tidak bisa kesana. Seperti echo, atau bumerang yang bisa makan tuan jika kurang cakap menangkap. Mungkin, bukan sesuatu yang kebetulan ada bentuk waktu simple past tense - agar kita berpikir sederhana (simple) tentang masa lalu (past tense)? Aku tak berdaya dengan sesuatu yang hilang di belakang kekinian, hanya kesadaranku bisa menggapainya, sementara badanku tinggal diam.
Lagu yang kedua adalah Hari Kiamat milik Black Brother. Sekali lagi kumintakan si lae Google untuk mencari lirik yang tentu saja aku tidak hafal. Yah, lagu ini berjkali-kali saya dengar dalam bus antar kota saat mudik. Pas kali buat bulu merinding di tengah penumpang yang jatuh tidur keletihan, sementara bus menderu tersengal-sengal menyusuri pinggang bukit pemagar Tao Toba dan di bawahnya, tepat di bibir Parapat lelap juga ribuan jiwa, hanya cemerlang lampu yang menandakan jantung mereka masih berdetak. Heran deh, kenapa lirik lagu ini sedemikian mengguncangkan!

Ibu menyanyikan lagu yang aku hafal tanpa sengaja, dan aku tahu benar saatnya ibu bangun untukmenyiapkan sarapan pagi, ya dengan intro lagu itu. Sampai saat ini aku tak tahu benar siapa pemilik dan judul lagu itu. Kelas dua esde - itu berarti duapuluh tahun lalu, dimana cassette audio mengalami masa keemasan. Untuk menghafal lirik lagu mesti putar puluhan kali sampai bunyinya seperti suara Cher dalam refrain Do you believe in life after love-nya atau suara andung karena pita yang bergulung dan jalannya sempoyongan. Untuk mengantisipasi keadaan darurat, sediakan dahulu lem Tjap Kambing - jika sewaktu-waktu pitanya putus. Tidak seperti sekarang mudahnya mencari lirik lagu, tinggal tanya sama lae Google. Sangkin baiknya, si lae tidak hanya mencarikan satu lirik lagu buat kita, tapi bisa ribuan. Bah !!!
Saya tidak perlu menuliskan lirik lagu yang dahulu ibuku nyanyikan saban pagi, annon malala di bagasan - terlalu mengiris kalbu. Ah! Jika anda teringat ibu karena sayur lodeh, saya teringat beliau karena lagu. Seperti video klip yang anda simpan hari ini untuk diputar duapuluh tahun ke depan, begitu skene yang terekam jelas di kepalaku. Beliau hahihu sekali jika seseorang memuji kualitas suaranya, dan beliau juga tidak kalah menyenangkan hati orang yang memujinya. Itulah moment yang paling membahagiakan beliau - yang sanggup menguburkan skene lain yang indeksnya belum jauh.
Di tengah keramaian, orang-orang berkutat dengan pikiran mereka sendiri. Aku merasa ada sesuatu yang hilang - dan, aku tidak bisa kesana. Seperti echo, atau bumerang yang bisa makan tuan jika kurang cakap menangkap. Mungkin, bukan sesuatu yang kebetulan ada bentuk waktu simple past tense - agar kita berpikir sederhana (simple) tentang masa lalu (past tense)? Aku tak berdaya dengan sesuatu yang hilang di belakang kekinian, hanya kesadaranku bisa menggapainya, sementara badanku tinggal diam.
Lagu yang kedua adalah Hari Kiamat milik Black Brother. Sekali lagi kumintakan si lae Google untuk mencari lirik yang tentu saja aku tidak hafal. Yah, lagu ini berjkali-kali saya dengar dalam bus antar kota saat mudik. Pas kali buat bulu merinding di tengah penumpang yang jatuh tidur keletihan, sementara bus menderu tersengal-sengal menyusuri pinggang bukit pemagar Tao Toba dan di bawahnya, tepat di bibir Parapat lelap juga ribuan jiwa, hanya cemerlang lampu yang menandakan jantung mereka masih berdetak. Heran deh, kenapa lirik lagu ini sedemikian mengguncangkan!
Di tepi jalan si miskin menjerit, hidup meminta dan menerima
Si kaya tertawa berpesta pora, hidup menumpang di kecurangan.
Sadarlah kau… cara hidupmu yang hanya menelan korban yang lain
Bintang jatuh hari kiamat, pengadilan yang penghabisan.
Itulah hidup semakin biasa seakan tak pedulikan lagi
Tiada kasih bagi yang lemah, disiram banjiran air mata.
Hmmm... untung saja, saya tidak lagi sedang dalam bus antar kota itu!
~~~
andung (bahasa Batak) = artinya ratapan
malala di bagasan = remuk hati
lae = panggilan untuk laki-laki (atau teman sebaya), seperti panggilan akrab bung!
Comments
Post a Comment