
Baik, anda pasti tahu tepatnya judul lagu itu. Tante manis Diana Ross pelantun yang tiada duanya. Seperti anda, saya juga masih ingat giginya yang kinclong membuat spirit lagu itu penuh di sanubari. Meski saya tidak begitu peduli akan makna lagu ini ketika di bangku sekolah dasar, tetapi saya sempat curi-curi baca majalah Aneka Yess-nya kakak saya karena fotonya dimuat disitu.
Agama ketiga dunia ini adalah musik. Maksud saya bukan agama secara harafiah. Kita menemuinya dimana-mana - ketika anda di jalan, di tempat kerja, di kantin atau tempat anda makan siang, di atas kendaraan, dan ketika anda tiba di rumah, musik selalu setia mengiringi anda. Bahkan syair lagu yang kita dengar bisa lebih panjang dari bahan bacaan kita dalam satu hari.
Kembali ke When you tell me that you love me.
Ada banyak syair serupa, kebanyakan lagu menceritakan cinta, dan tebak saja kebanyakan diantaranya adalah kata cinta yang garing - kering. Dan tampaknya tema cinta adalah lahan musik yang paling banyak dieksplor, laiknya tanah yang dibolak-balik.
Saya belum pernah muak mendengar lagu ini. Bukan karena pengalaman sejarah asmara yang indah atau patah hati. Tetapi karena genarsis. Gen narsis diri yang menonjol belakangan ini. Gen narsis yang lebih jelas saya ketahui setelah membaca sedikit dari pikiran Eckhart Tolle. Dia tidak menyebutnya narsisme, tetapi lebih tepat awakening.
Bayangkan jika suara dan iringan musik itu adalah diri sendiri yang menyanyikan lagu ini untuk diri sendiri:
I wanna hold you close under the rain, I wanna kiss your smile and feel the pain, I know whats beautiful looking at you, in a world of lies, you are the truth...
Saatnya memberi penghargaan dan kepercayaan kepada diri sendiri. Tidak berarti membenarkan diri sendiri. Cukup banyak waktu yang lewat percuma dalam 24 jam. Badan pegal, mata letih hanya browsing-browsing topik yang tidak jelas. Makan sering tidak tepat waktu, hanya karena merasa pekerjaan akan lebih cepat selesai jika menunda jam makan siang. Atau menunda sampai puluhan menit ketika tubuh menampakkan sinyal kekurangan air dengan merasa kehausan. Bukankah ini tubuh saya? Kaki saya - meski kecil, tetapi telah membawa saya sampai ke mana-mana, dan anggota tubuh saya yang lain jika sakit - akan membuat saya menderita - apalagi jika tidak hadir (kehilangan tubuh semisal amputasi) .
Lirik ini mungkin bisa membawa kita dalam atmosfer romantisme dengan pasangan, atau orang-orang yang kita puja, bahkan dengan diri sendiri. Saya teringat dengan ucapan seseorang kepada istrinya yang sering merasakan nyeri di bagian kakinya. "Terima kasih kaki, karena kau telah membawa Jennie padaku". Hahaha. Saya tergelak membacanya.
Berterimakasih kepada kaki? Ya, kita patut berterimakasih kepada tubuh - disamping berterimakasih kepada Yang kita percaya. Bukankah itu salah satu afirmasi kita bahwa Tuhan menciptakan manusia pertama sempurna. Dan benih kesempurnaan itu juga masing-masing kita warisi, mungkin lebih tepat saya sebut kebaikan yang siap kita tumbuhkan.
Dan rasakan ketika anda mencintai diri, mengembalikan integritas kepadanya dan membuatnya seperti patner yang sangat dihargai, sehingga kita berhenti mengabaikan, berhenti membohonginya, dan berhenti melakukan tindakan yang tidak pantas. Lihat afirmasi itu memberi energi yang cukup bagi kita untuk bersinar dalam kegelapan malam.
Saya belum pernah muak mendengar lagu ini. Bukan karena pengalaman sejarah asmara yang indah atau patah hati. Tetapi karena genarsis. Gen narsis diri yang menonjol belakangan ini. Gen narsis yang lebih jelas saya ketahui setelah membaca sedikit dari pikiran Eckhart Tolle. Dia tidak menyebutnya narsisme, tetapi lebih tepat awakening.
Bayangkan jika suara dan iringan musik itu adalah diri sendiri yang menyanyikan lagu ini untuk diri sendiri:
I wanna hold you close under the rain, I wanna kiss your smile and feel the pain, I know whats beautiful looking at you, in a world of lies, you are the truth...
Saatnya memberi penghargaan dan kepercayaan kepada diri sendiri. Tidak berarti membenarkan diri sendiri. Cukup banyak waktu yang lewat percuma dalam 24 jam. Badan pegal, mata letih hanya browsing-browsing topik yang tidak jelas. Makan sering tidak tepat waktu, hanya karena merasa pekerjaan akan lebih cepat selesai jika menunda jam makan siang. Atau menunda sampai puluhan menit ketika tubuh menampakkan sinyal kekurangan air dengan merasa kehausan. Bukankah ini tubuh saya? Kaki saya - meski kecil, tetapi telah membawa saya sampai ke mana-mana, dan anggota tubuh saya yang lain jika sakit - akan membuat saya menderita - apalagi jika tidak hadir (kehilangan tubuh semisal amputasi) .
And baby, everytime you touch me I become a hero. I'll make you safe no matter where you are and bring you everything you ask for, nothing is above me. I'm shining like a candle in the dark when you tell me that you love me.
Lirik ini mungkin bisa membawa kita dalam atmosfer romantisme dengan pasangan, atau orang-orang yang kita puja, bahkan dengan diri sendiri. Saya teringat dengan ucapan seseorang kepada istrinya yang sering merasakan nyeri di bagian kakinya. "Terima kasih kaki, karena kau telah membawa Jennie padaku". Hahaha. Saya tergelak membacanya.
Berterimakasih kepada kaki? Ya, kita patut berterimakasih kepada tubuh - disamping berterimakasih kepada Yang kita percaya. Bukankah itu salah satu afirmasi kita bahwa Tuhan menciptakan manusia pertama sempurna. Dan benih kesempurnaan itu juga masing-masing kita warisi, mungkin lebih tepat saya sebut kebaikan yang siap kita tumbuhkan.
Dan rasakan ketika anda mencintai diri, mengembalikan integritas kepadanya dan membuatnya seperti patner yang sangat dihargai, sehingga kita berhenti mengabaikan, berhenti membohonginya, dan berhenti melakukan tindakan yang tidak pantas. Lihat afirmasi itu memberi energi yang cukup bagi kita untuk bersinar dalam kegelapan malam.
Comments
Post a Comment