Skip to main content

Apa Makna Kehidupan?

Minimal dua kali sehari aku berdiri di depan jendela kamarku, melayangkan pandangan ke luar. Pagi, sebelum beranjak kamar mandi dan sore atau malam menjelang tidur. Tidak pernah kulihat jalanan di bawah lengang, kecuali jika aku terjaga jam tiga hingga empat pagi.

Setiap aku berdiri disitu dan memandang keluar, pertanyaan yang sama tetap muncul dari bilik otakku. Mengapa mereka sibuk? Untuk apa mereka sibuk? Tidakkah ada cara untuk memperpendek perjalanan? Lima tahun lalu, sudah sibuk, sekarang lebih sibuk, dan tahun-tahun ke depan akan semakin sibuk?

Hei, ingin saja aku teriak, "mengapa kalian sibuk?" Apa karena dunia ini punya begitu banyak pekerjaan untuk diselesaikan setiap hari? Ya, mungkin begitu, tetapi catatan ekonomi bilang, dunia ini sedang krisis, banyak perusahaan merampingkan produksi, angka pengangguran makin bertambah. Tapi mengapa kalian sibuk?

Hahaha. Jika aku tertawa, hanya menertawakan diri sendiri. Bukankah kata "sibuk" yang sama sering juga ditujukan padaku oleh orang lain, meski aku hanya diam di satu tempat hampir dua belas jam. Aku tidak merasa diriku sibuk! Kadang, dengan banyaknya jam kerja, aku merasa hidupku hari itu bermakna - karena aku tidak punya waktu untuk berdiri dekat jendela untuk mengamati orang atau benda lain sedang sibuk. Tetapi yang aku inginkan bukan 'kadang-kadang' merasa bermakna. Aku mau setiap saat. Meski pendapatan tidak jauh beda dari sebelumnya, meski belum punya kendaraan dan rumah, meski belum punya ini dan itu. Jadi bagaimana caranya untuk merasa setiap saat penuh makna?

Dalam bukunya, Man's Search for Meaning, Viktor Frankl menulis bahwa beberapa orang yang selamat dari Holocaust mencari jawaban atas pertanyaan 'untuk apa kita hidup?' Kebanyakan dari mereka yang bebas dari kamp konsentrasi akhirnya harus menghadapi kepedihan yang sama, setelah tiba di rumah mereka mendapati bahwa orang-orang yang mereka cintai telah tiada.
Akhirnya Viktor Frankl menulis, "Celakalah orang-orang yang ketika impiannya akhirnya terwujud, mendapati bahwa segalanya sangat berbeda dengan yang ia idam-idamkan."
Situasiini berbeda dengan para korban holocaust dan saya. Poltak punya pekerjaan yang bagus dan bergaji tinggi, tinggal di apartemen mewah, dan ia senang menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia menceritakan, "Malam sudah larut ketika saya berjalan pulang usai berpesta, dan tiba-tiba terbersit pertanyaan 'apakah hidup saya akan begini-begini saja?' - Hidup sebentar, lalu mati? Atau adakah hal lain?' Ketika itu, saya menyadari betapa hampanya hidup ini.'

Dan, kini patutkah aku terhibur karena tidak sendiri menghadapi 'kue kehidupan'? Saya sibuk, Charlie Brown sibuk, Anda pun sibuk. Anak-anak sibuk, orangtua juga sibuk. Bahkan, para lansia juga ingin diri mereka sibuk. Belum puaskan dengan kesibukan sepanjang puluhan tahun yang telah lalu? Pantasan seorang yang hidup ribuan tahun lalu yang sudah pernah mengecap kehidupan yang berkelimpahan, masih melontarkan kata-kata ini "Mengapa aku tidak mati sejak dari rahim ibuku?" Seironis inikah kehidupan?

Kehidupan sering diibaratkan perjalanan. Kita bisa saja memulai suatu perjalanan tanpa tujuan. Demikian juga kita bisa menjalani kehidupan tahu tujuan yang sebenarnya. Jika demikian halnya, kita bisa terjebak dalam apa yang disebut oleh Stephen R. Covey sebagai 'kehidupan yang serba sibuk'.
Ia menulis tentang orang-orang yang "ternyata meraih kesuksesan yang diperoleh dengan mengorbankan hal-hal yang tiba-tiba mereka sadari jauh lebih berharga dari diri mereka".
Tidak ada gunanya menambah kecepatan kendaraan jika kita tidak melaju ke arah yang benar. Sekadar menambah kesibukan demi mencari makna hidup hanyalah mendatangkan perasaan hampa, bukan kepuasan sejati. Semua orang dari berbagai budaya dan usia ingin sekali memahami alasan kita hidup. Keinginan itu timbul karena kita semua memiliki kebutuhan yang sangat besar, yakni kebutuhan rohani yang bisa tetap tidak terpuaskan bahkan setelah kebutuhan materi kita terpenuhi.

Comments

Popular posts from this blog

Kita Menurutku

Kita, seperti ulat bulu di mata naga seperti geretan di mata kereta api astaga, baik masinis maupun keretanya punya api dan mengenduskan asap seenaknya tetapi, jangan potong dulu - aku hanya berbicara suatu masa. Kita, seperti semut di mata si mata besar entah apa - namailah sesuai akidah jika engkau ulat bulu, engkau pecinta bulu jika engkau geretan, engkau pecinta geret ngomong apa sih pemuisi? Kita, seperti nyanyian kanon makin usang - makin lupa terekam di kompak disk masa kini atau CD yang usang juga terlampau teknologi Kita, seperti deretan titik membentuk suatu tanda kombinasi tanda dengan tanda penghasil makna jadilah deretan titik yang jelas karena dari itu engkau terbaca.

Setelah kutau warisanku

Setelah semua itu berlalu, aku mengerti setelah hari-hari yang lalu, melewati suka maupun sedih kini kulihat apa maksudnya Kakekku memberitakannya, kasih sayang ayahku mencerminkannya Pamanku juga memberitakannya bahwa, Yehuwa adalah warisanku warisan yang tak tergantikan dengan apa pun sejak kutahu Yehuwa adalah Allahku. Bangsa-bangsa, kemana melangkah? kami datang memberitakannya kami gemar mempercakapkan tentang Yehuwa sebab Ia Allah Yang sejati dari waktu yang tidak tertentu sampai waktu yang tidak tertentu Hai kaum muda, kemana melangkah? Yesus putraNya telah memerintah sebagai Tuan lihat, periksalah kitab-kitab segeralah beri telinga dan hati sebab masa muda adalah masa keemasan masa mengejar perkenan Tuan. Setelah semua itu berlalu aku mengerti bahwa mengenal Yehuwa adalah warisanku kakekku Frederik Sibarani memberitakannya Pamanku Adelbert Sibarani memberitakannya Ayahku mencerminkannya. Tidak ada pendidikan yang lebih baik dari memberi diri dia...

Sifu, Sloopy

Sifu, anak Chen, betina, hilang usia 7 bulan. Sifu punya saudara lain, juga betina diberi nama Sloopy karena senang tidur di atas sandal. Mau sandal bau atau baru tetap jadi tempat tidur favoritnya. Sifu yang selalu setia menemani saya waktu kerja. Jika tidak sedang sibuk dia akan tidur di atas meja, tapi kalau sedang sibuk dia tidur di belakang saya. Jadi saya harus berbagi tempat duduk untuk tempat tidurnya. Ini Sloopy, selain suka tidur di atas sandal juga suka mencari tempat yang agak tinggi alias manjat sana-sini untuk nongkrong. Waktu kecil saya kira bukan anak kucing. Jarang bersuara. Kalaupun mengeluarkan suara - bukan mengeong. Saya sering terbangun dari tidur ketika mereka masih kecil, karena suka melintas dari kepala sampai perut. Mereka kira saya catwalk . Seperti yang anda lihat, Sifu dan Sloopy bukan aristocats atau kucing berdarah ningrat. Mereka hanya anak kucing jalanan yang dititip induknya, karena harus mengikuti siklus hewani - kawin lagi. Banyak inspiras...